Hj. Maaemunah Djud Pantje (Pimpinan Kelaskaran GAPRI 5.3.1 |
Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia tentunya menjadi sebuah peristiwa yang tidak akan pernah habis untuk diperbincangkan dan masih menjadi buah bibir pada era modern ini. Peristiwa tersebut masih sangat seksi untuk menjadi santapan bagi para akademisi khususnya yang bergelut pada kajian sejarahnya. Namun masih banyak kisah yang menjadi sebuah misteri dan pantas untuk di perbincangkan walaupun kejadiannya telah berlangsung berpuluh-puluh tahun silam. Salah satu kisah yang perlu diperbincangkan adalalah mengenai beberapa nama sosok pejuang yang seakan-akan hilang ditenggelamkan oleh beberapa nama pejuang yang mempunyai nama besar dan di elu-elukan sebagai sang pahlawan.
Kisah perjuangan dalam
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia pada rentan waktu 1945-1949
merupakan salah satu babak baru penentu dalam perkembangan sejarah Indonesia.
Pertempuran antara pejuang kemerdekaan dengan penjajah (Tentara Belanda dan
Tentara Sekutu) yang ingin kembali menancapkan kuku kekuasaannya di Indonesia
yang baru saja memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Berbagai
daerah di penjuru Indonesia mulai berkecamuk. Bentrokan antara pemuda pejuang
dengan para serdadu dari negeri asing mulai berlangung dimana-mana.
Salah satu daerah yang
berjuang untuk mengusir penjajah pada saat itu adalah daerah Mandar yang saat
itu dikenal dengan Afdeling Mandar. Pejuang yang gagah berani melawan para
penjajah ini kemudian menuliskan tinta emas dalam perjuangannya. Salah satu
pejuang yang terkenal di daerah Mandar adalah Andi Depu, seorang Mara’dia yang
berasal dari Kerajaan Balanipa. Perjuangannya dalam menghadapi para serdadu
asing yang ingin menguasai kembali negeri ini menjadi catatan emas dalam karir
kepahlawanannya. Wanita yang dijuluki “Srikandi Mandar” ini menjadi pusat
perjuangan di Afdeling Mandar khususnya di daerah Tinambung. Perjuangan yang
tak kenal lelah telah melambungkan namanya sebagai pejuang kemerdekaan. Namun ada sedikit cerita tentang kepahlawanan
seorang “Srikandi Muda” lainnya yang berasal dari pelosok Majene. Pejuang yang kurang
mendapat perhatian dalam penulisan sejarah kemerdekaan di daerah Mandar. Akan
tetapi, sejarah telah membuktikan bahwa beliau
memainkan peran yang sangat penting dalam mengusir bangsa penjajah dan
berhasil mempertahankan negeri yang baru merdeka ini.
Beberapa nama besar pahlawan
telah menenggelamkan beberapa nama kecil pahlawan yang telah berjuang dengan perjuangan
yang sama demi kemerdekaan Indonesia. Pahlawan dengan “nama besar” seolah
menjadi patokan bahwa hanya merekalah yang pantas untuk diingat, kita tentunya
perlu menghargai beberapa dari mereka yang bergelar pahlawan dengan “nama
kecil”. Jangan karena nama besar beberapa pahlawan lantas kita melupakan
beberapa nama yang patut menjadi panutan. Bukan untuk mendiskreditkan nama
besar tersebut tetapi untuk memunculkan nama-nama yang seyogyanya patut untuk di
ingat. Jangan sampai nama besar tersebut menenggelamkan beberapa nama kecil
yang seharusnya anak cucu kita perlu mengetahuinya dan menjadi pembelajaran di
sekolah-sekolah.
Salah satu nama yang
mungkin “dilupakan’ yang ingin saya angkat adalah Maemunah sang Pempimpin
Kelaskaran GAPRI 5.3.1 (Gabungan Pemberontak Republik Indonesia Kode 5.3.1)
yang berpusat di Baruga, Majene. beliau mempunyai nama lengkap Hj. Siti
Maemunah, lahir pada tahun 1916 di Baruga, Kabupaten Majene. Beliau tidak
berasal dari keluarga kerajaan maupun bangsawan, beliau berasal dari keluarga
petani kecil yang hidup dengan mengandalkan hasil dari kebun. Masa kecil
Maemunah penuh perjuangan. Wanita kala itu mempunyai kedudukan di bawah naungan
laki-laki baik status maupun peran dalam masyarakat, namun walaupun sebagai
seorang wanita, Maemunah mempunyai pemikiran yang sangat luas. Baginya seorang
wanita tidak harus hanya berada di rumah untuk membuatkan sarapan maupun
menyiapkan makanan bagi kaum pria. Beliau menganggap bahwa tidak hanya kaum
pria saja yang boleh menempuh pendidikan dan mendapatkan peran dan status di
dalam masyarakat. Oleh sebab itu Maemunah memilih untuk bersekolah di Kota
Majene. Pada saat matahari belum nampak, Setiap selesai shalat subuh, Maemunah
selalu bersiap untuk berangkat ke sekolah dari Kampung Baruga menuju Kota
Majene. Perjalanan yang sangat panjang tersebut harus dilaluinya demi
mendapatkan pendidikan yang layak. Perjalanan yang dilalui oleh wanita muda
tersebut penuh dengan resiko karena pada saat itu keamanan belum stabil apalagi
beliau adalah seorang wanita yang rentan terhadap kejahatan. Pemikiran Maemunah
pada saat itu bisa dikatakan telah melebihi pemikiran dari teman-teman
sebayanya. Memaunah memiliki pemikiran nasionalisme yang luas yang
mengakibatkan beliau selalu ikut dalam beberapa diskusi organisasi kemerdekaan.
Jiwa nasionalisme yang kuat memanggil hati nurani beliau untuk turut serta dalam
perjuangan melawan penjajahan.
Keberadaan Maemunah
dalam perkembangan sejarah perjuangan di Mandar sangat signifikan karena
Maemunah berhasil membawa Kelaskaran GAPRI 5.3.1 menjadi salah satu kelaskaran
yang sangat dibenci oleh Tentara Belanda pada saat itu. Maemunah dalam
Kelaskaran GAPRI 5.3.1 bertugas untuk mengatur strategi perjuangan agar
terorganisir dalam melaksanakan setiap aksinya. Alhasil, setiap pergerakan para
pejuang GAPRI 5.3.1 menjadi sangat terorganisir dan sangat susah dihentikan. Rumah
beliau juga di jadikan sebagai markas pusat untuk mengatur setiap strategi perang
serta dijadikan sebagai tempat bagi para pejuang untuk beristirahat. Setiap
aksi dan tindakan para pejuang tidak lepas dari peran beliau. Menurut catatan
sejarah, Maemunah tidak pernah melakukan pertempuran secara langsung dengan
mengangkat senjata walaupun tidak terlibat dalam pertempuran langsung, namun
Maemunah telah menyumbangkan pemikiran dengan
berperan pada pengaturan strategi perjuangan Kelaskaran GAPRI 5.3.1.
Pahlawan seharusnya
dihormati sebagai seseorang yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk
membebaskan negeri ini dari penjajahan. Akan tetapi penghormatan tersebut
janganlah pilih kasih. Nasib Maemunah sebagai pahlawan lokal Mandar begitu
memprihatinkan. Situs sejarah perjuangan yang ada di Baruga yang menjadi saksi
kehebatan para pejuang GAPRI 5.3.1 menjadi terbengkalai tak terawat. Tugu yang
harusnya menjadi pengingat bahwa di tempat tersebut telah terjadi peristiwa
sejarah yang penting menjadi tak dipedulikan lagi. Makam Memunah yang
seharusnya ditempatkan sejajar dengan makam pahlawan lainnya kini terbengkalai
di Pekuburan Umum Dadi Makassar tanpa ada yang merawatnya. Sungguh kejam negeri
ini dalam menghargai jasa para pahlawannya.
Presiden Soekarno
pernah berkata bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para
pahlawan-pahlawannya. Kita tentunya generasi muda ingin mengetahui siapa-siapa
saja pahlawan yang menyelamatkan negeri kita ini dari penjajahan. Jangan dengan
hanya satu nama besar pahlawan kemudian kita melupakan beberapa pahlawan
lainnya. Jangan sampai pahlawan-pahlawan dengan nama kecil ini hanya diketahui
oleh mereka yang bergelut dalam bidang sejarah. Tentunya besar harapan saya
agar beberapa pahlawan dengan nama kecil tersebut diketahui oleh generasi muda
agar menjadi sebuah pedoman bagi mereka. kisah ini mungkin hanya segelintir
dari sekian banyak kisah pahlawan dengan nama yang tak diperhatikan oleh
generasi saat ini. Semoga para generasi muda saat ini tak hanya memperhatikan pahlawan dengan nama
besar saja, beberapa pahlwan yang memiliki kontribusi besar dalam perjuangannya
tentunya pantas mendapatkan apresiasi yang sama.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar