Selasa, 30 September 2014

Situs Batujaya : Misteri Hilangnya pengaruh Hindu-Budha

Batujaya adalah sebuah desa di tepi Sungai Citarum, sekitar 20 km di sebelah barat laut kota Rengasdengklok, Kabupaten Karawang. Batujaya hanya 20 km dari Ujung Karawang - tempat bermuaranya Sungai Citarum di Laut Jawa yang membentuk delta.Sekitar 25 km ke sebelah timur, terdapat kampung Cibuaya - sebuah kampung yang di kalangan para ahli arkeologi terkenal sebab di dalamnya terdapat situs Cibuaya yang menyingkapkan artefak-artefak penting pra-sejarah (Neolitikum) Jawa Barat dan Indonesia.Cibuaya terletak 5 km dari tepi pantai.Dulu, mungkin Batujaya dan Cibuaya terletak di tepi pantai, sedimentasi Kuarter di wilayah ini sangat aktif.
Batujaya sekarang terletak di tengah hamparan sawah.Telah 22 tahun situs ini digali dan dipelajari para ahli arkeologi Indonesia dan mancanegara.Situs ini pertama kali diketahui tahun 1984, semula berupa bukit-bukit kecil di tengah sawah, penduduk setempat menyebutnya unur-unur (bukit-bukit kecil).Sekarang tak ada lagi bukit-bukit tetapi candi-candi hasil rekonstruksi dan lubang-lubang parit dan terbuka galian para archaeologists.
Hasan Djafar, ahli arkeologi UI, kepala tim penggalian situs Batujaya, menerangkan dengan runtut penemuan situs ini. Penggalian yang telah berlangsung selama 22 tahun ini telah menghasilkan banyak penemuan artefak : bongkah2 bata merah yang kemudian bisa direkonstruksi menjadi candi-candi yang cukup besar, tembikar-tembikar, manik-manik, tablet-tablet tanah liat dan yang mengejutkan dan baru ditemukan tahun 2006 ini (terutama Juli 2006) adalah penemuan puluhan kerangka manusia yang masih utuh dari tengkorak sampai tapak kaki.
Dua orang perempuan ahli arkeologi berkebangsaan Prancis dan Belanda khusus datang ke situs ini untuk mengekskavasi kerangka-kerangka di situs Batujaya, mengambil beberapa sampel tulang dan gigi dan akan melakukan penelitian DNA atas fosil tulang dan gigi guna mendapatkan data karakteristik ragawi yang lebih lengkap. Metode terbaru dalam arkeologi adalah bahwa pengambilan spesimen fosil suatu ras manusia harus dilakukan oleh ahli arkeologi dari ras yang berlainan.Mungkin, ini untuk menghindarkan kontaminasi saat pengambilan sampel.Karena kerangka manusia di Batujaya diperkirakan dari ras Indonesia, yaitu Mongolid, maka yang mengambil sampel adalah orang2 dari ras Eropa (Kaukasoid).
Penelitian lebih dari 20 tahun ini tentu telah menghasilkan beberapa kesimpulan sementara, yaitu : (1) situs ini berumur di ambang pra-sejarah dan sejarah Indonesia (abad ke-4 dan ke-5 Masehi, saat ini batas pra-sejarah dan sejarah Indonesia adalah tahun 400 Masehi), (2) Candi Batujaya terbuat dari batamerah dan mempunyai ciri-ciri candi Budha, (3) tembikar dan manik-manik yang ditemukan adalah dari masa Neolitikum, (4) votive tablets (semacam meterai) dari tanah liat bakar bertuliskan tulisan pendek dalam aksara Palawa.
Implikasi penemuan situs Batujaya ini sangat penting bagi perkembangan kepurbakalaan Indonesia, Jawa khususnya.Situs di pinggir Citarum ini menunjukkan bahwa masyarakat purbakala Indonesia telah cukup terorganisasi dan siap untuk meningkatkan peradaban.Keberadaan Candi Batujaya meruntuhkan mitos bahwa di Jawa Barat tidak ada candi lain selain Candi Cangkuang (candi Syiwa) di Leles Garut.Candi Batujaya justru adalah candi yang paling tua di tanah Jawa yang berasal dari abad ke-4 atau ke-5. Juga, Candi Batujaya ini meruntuhkan mitos bahwa candi-candi yang berumur lebih mudalah yang dibangun dari bata merah setelah candi yang lebih tua dibangun dari batuan gunung (andesitik) (model candi Jawa Tengah ke Jawa Timur).
Aksara di tablet2 tanahliat yang ditemukan di Batujaya sama dengan aksara yang dipakai pada prasasti-prasasti Tarumanagara yang ditemukan lebih tersebar di daerah Jawa Barat. Bagaimana hubungan Batujaya dengan Tarumanegara dan juga kerajaan-kerajaan Sunda sesudahnya (Galuh, Sunda, Pajajaran). Penanggalan absolut dan posisi stratigrafik situs Batujaya dan situs2 lainnya di Jawa Barat akan menjawab hal ini.
Bagaimana pula hubungannya dengan pengaruh pedagang-pedagang India beragama Hindu dan Budha adalah persoalan tersendiri yang harus dijawab.
Penggalian dan penelitian di Situs Batujaya masih terus berlangsung, analisis laboratorium atas sampel-sampel artefak dan fosil dari Batujaya masih terus dilakukan. Data hasil analisis DNA pada kerangka2 manusia yang ditemukan di situs ini nanti akan mengungkapkan banyak fakta. Semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita akan dapat mendengar hasilnya.
Situs Batujaya begitu pentingnya buat prasejarah dan awal sejarah bangsa Indonesia.Dan, situs Batujaya menghadirkan artefak dan kerangka manusia yang begitu lengkapnya, tak pernah dalam sejarah arkeologi ditemukan artefak dan kerangka manusia pembuatnya dalam satu tempat secara sangat lengkap.
Tetapi, penelitian arkeologi di situs Batujaya harus berdampingan dengan kepentingan ekonomi pesawahan Karawang sebagai lumbung padi nasional, dan rencana Pertamina dalam mengembangkan penemuan minyak di Pondok Tengah. Mungkin, tumpang-tindih lahan penelitian dan kepentingan ekonomi kelak akan terjadi.
Secara ekonomi, Situs Batujaya bisa saja dianggap tak menguntungkan, namun dilihat dari sudut kebutuhan memperkuat jati diri bangsa, maka sejarah bangsa yang jelas terbaca adalah sebuah modal pokok untuk berjati diri. Bangsa yang dihapus sejarahnya akan menjadi bangsa yang tidak percaya diri, yang dengan mudah akan dijadikan sasaran dominasi bangsa lain. Siapa tahu Situs Batujaya kelak mengungkapkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang telah berbudaya tinggi sejak zaman pra-sejarah pun
Terdapat 17 unur pada lokasi ini, satu diantaranya sudah selesai di ekskavasi yakni Candi Jiwa (S006.05709 - E107.15472), sedangkan yang dalam tahap ekskavasi dinamakan Candi Blandongan (S006.05598 - E107.15338). Unur-unur lain benar-benar masih dalam bentuk gundukan tanah, beberapa diantaranya telah meiliki nama: Serut, Gundul, Damar, Batu Lingga, Lingga dan Lempeng. Kesengajaan membiarkan candi-candi tersebut masih dalam gundukan tanah atau unur, diakrenakan untuk terhindar dari pencurian/perampokan benda-benda cagar budaya oleh masayarakat. Dengan membiarkannya dalam bentuk gundukan tanah, setidaknya akan mempersulit  seseorang untuk mengambil benda-benda cagar budaya, karena harus menggali terlebih dahulu.
Selain dalam bentuk candi juga ditemukan pula sebuah sumur tua (S006.05465 - E107.15050) yang lokasinya tidak jauh dari lokasi Candi Blandongan dan sudah dinaungi cungkup diatasnya. Dibagian lain juga ditemukan sebuah batu pipih besar (S006.05703 - E107.15276) yang diperkirakan akan dipakai sebagai tempat penulisan prasasasti, namun entah karena faktor apa hingga kini tidak ada satu tulisanpun yang terukir dibatu tersebut. Dugaan yang timbul, mungkin telah terjadi bencana alam atau peperangan, sehingga batu pipih tersebut masih polos dari prasasti/tulisan.
Nama Candi Jiwa diberikan penduduk karena setiap kali mereka menambatkan kambing gembalaannya di atas reruntuhan candi tersebut, ternak tersebut mati. Sedangkan nama Blandongan diambil dari dialek setempat yang identik dengan pendopo, dikarenakan lokasi candi tersebut berada sering dijadikan tempat peristirahatan seusai menggembalakan ternak.
Untuk pemugaran candi-candi ini, team eksvakasi candi memesan bata khusus dengan ukuran 38x12x7cm.Bata-bata itu kemudian disusun berdasarkan sketsa gambar bentuk candi yang telah dibuat sebelumnya.Sketsa itu sendiri dibuat dengan memperhatikan bagian-bagian candi yang masih tersisa.Dari penelelitian yang telah dilakukan terhadap candi Blandongan, diambil kesimpulan bahwa Candi Blandongan adalah candi utama dari kompleks candi-candi tersebut. Kesimpulan tersebut diambil
berdasarkan ukuran candi dan adanya pintu masuk pada  ke-empat sisi candi dengan masing-masing sisi tersebut terletak disudut Tenggara, Barat Daya, Timur Laut dan Barat Laut dari mata angin. Pintu-pintu tersebut diperkirakan merupakan akses masuk ke bagian tengah candi untuk melakukan upacara keagaaman atau meletakkan sesaji. Lubang silinder berdiameter kira-kira setengah meter yang terletak pada bagian muka dari pintu masuk, diperkirakan dulunya merupakan tiang penyangga untuk bagian atas atau sebagai gapura.
Dari sisa-sisa reruntuhan bisa dibagi menjadi tiga jenis bahan penyusun candi, yakni batu andesit digunakan pada beberapa bagian di bawah candi, batu bata yang merupakan bahan dominan, digunakan untuk membangun badan candi, sedangkan batu-batuan kecil yang direkatkan dengan lapisan putih diunakan untuk ornamen atap candi. Lapisan putih yang tampak seperti kapur itu, menurut para arkeologi diperkirakan dibentuk dari serpihan kerang. Dengan adanya bahan-bahan penyusun tersebut, pada jaman dulu tentunya candi ini amatlah megah, namun sayang sekali tidak ada literatur yang bisa dijadikan pedoman seperti apa bagian atas dari candi Blandongan ini.
Berbeda dengan candi Blandongan, pada candi Jiwa praktis tidak ditemukan sama sekali adanya pintu masuk kebagian tengah candi. Susunan batu bata yang berbentuk gelombang pada bagian atasnya diperkirakan merupakan bagian dari relief bunga teratai.Dugaan awal pada bagian atas Candi Jiwa ini terdapat patung Budha berukuran besar yang duduk diatas bunga teratai.
Disamping temuan-temuan batu-batuan pembentuk candi juga ditemukan fragmen tulang-belulang manusia dan binatang, gerabah, dan kerang-kerang laut kuno. Temuan paling penting dalam ekskavasi yang dilakukan antara lain fragmen cermin perunggu, fragmen sangkha emas, fragmen votive tablet berelief Buddha yang diapit Boddhisatwa. Di atasnya duduk tiga Tathagatha, sedangkan di bagian bawah terdapat inskripsi dengan huruf Jawa Kuno.
Dalam buku karangan De Haan yang mengungkapkan, daerah itu pada tahun 1684 masih berupa rawa.Sementara daerah sekitarnya masih berupa tambak-tambak yang membentang sejak Sungai Citarum di sebelah barat hingga Kali Ciparage di sebelah timur.Kali Ciparage terletak di daerah Cilamaya.
Kecuali tambak di Batujaya, tambak di Ciparage telah disewakan Tumenggung Panatajuda kepada orang-orang Cina.Kelompok etnis Tionghoa tersebut, hingga kini masih dijumpai di daerah Cemara yang terletak sekitar 10 kilometer sebelah timur situs Cibuaya.Selama ini mereka dikenal sebagai penguasa tambak udang dan bandeng.
Dalam perjalanan sejarah selanjutnya, tahun 1691, rawa Batujaya dikuasai Tumenggung Wirabaya. Tahun 1706, Komando Belanda yang ditempatkan di Tanjungpura, sekitar lima kilometer arah barat dari Kota Karawang mengingatkan janji Wirabaya untuk membersihkan rawa-rawa tersebut dan kemudian dijadikan sawah dan lahan penanaman nila.
Sayang, hingga kini belum diketahui apakah bangunan-bangunan candi tersebut dihancurkan ketika Mataram menempatkan pasukannya dalam rangka penyerbuan ke Batavia.Atau kerusakan itu sudah terjadi pada era sebelumnya, misalnya, ketika Sriwijaya berusaha melakukan ekspansi kekuasaannya.Sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang, Karawang pernah dikuasai Mataram, namun kemudian diserahkan kepada VOC.
Para arkeolog berpendapat, jika sudah ada candi, sangat boleh jadi pada saat itu sudah terdapat kerajaan.Sebab untuk membangun candi dibutuhkan biaya yang tidak sedikit dan masyarakat yang terorganisir.
Meskipun sudah dilakukan beberapa kali penelitian terhadap runtuhan bangunan candi-candi tersebut, baik di Pamarican, Cibuaya, dan Batujaya, satu hal membuat para peneliti penarasan adalah, pertanggalan situs-situs tersebut hingga kini belum diketahui pasti.Padahal informasi tersebut sangat penting untuk menyingkap sejarah masyarakat Sunda di masa lalu.Dan jika asumsi para arkeologi bahwa candi berdiri pada tahun 3 Masehi, bisa dipastikan situs batujaya ini merupakan candi tertua yang pernah ditemukan di Indonesia.
Sebuah cerita misteri ikut mewarnai candi-candi ini.Terdapat peraturan tak tertulis pada lokasi ini bahwa pengunjung dilarang membawa pulang batu-batuan yang merupakan bagian dari badan candi.Terkadang meskipun sudah ada larangan tersebut, masih ada saja pengunjung yang iseng membawa pulang beberapa buah batu untuk dijadikan jimat/penglaris/sarana untuk memajukan usahanya.Namun beberapa hari kemudian pengunjung tersebut kembali lagi kelokasi candi untuk mengembalikan batu yang telah mereka ambil, karena tidak tahan menghadapi "gangguan-gangguan" yang dialaminya.Malah diceritakan seorang lurah diberitakan mati mendadak dalam mobil yang dikendarainya, dan ketika di check pada bagasi belakang terdapat sekarung batu bata yang berasal dari lokasi candi tersebut.






Tidak ada komentar :

Posting Komentar